Begawan Abiyoso
Prabu Abyasa anak Prabu Palasara, raja
Hastinapura juga menggantikan Prabu Palasara. Prabu Abyasa seorang raja
yang bijaksana, adil dan kasih sayang kepada rakyatnya, menepati sebagai
adat istiadat seorang raja. Kemudian baginda jadi raja pendeta, artinya
seorang raja yang menjadi pendeta, bukan raja sekalian pendeta –
bergelar Begawan Abyasa, di gunung Retawu atau Saptarengga. Waktu
bertahta bernama Prabu Kresnadipayana.
Kemudian Sang Begawan Abyasa meninggalkan jaman fana ini pindah ke jaman baka dengan sempurna senyawa-raganya dan dijemput dengan kendaraan cahaya oleh Dewa.
Bentuk Wayang
Kemudian Sang Begawan Abyasa meninggalkan jaman fana ini pindah ke jaman baka dengan sempurna senyawa-raganya dan dijemput dengan kendaraan cahaya oleh Dewa.
Bentuk Wayang
Prabu Kresnadipayana bermata jaitan, hidung mancung, berjanggut. Bermahkota, berjamang tiga susun dengan garuda membelakang, berpraba. Berkain bokongan kerajaan dan bersepatu. Begawan Abyasa, ialah Prabu Kresnadipayana setelah jadi pendeta berdestar meruntai ke belakang, berjamang dengan garuda membelakang, sunting sekar kluwih, berbaju dan berselendang, bersepatu. Berkain rapekan pendeta.
Sebelum muksa (wafat, hilang dengan badan
kasarnya), Begawan Abyasa berkeliling diiring oleh keluarga Pandawa dan
keturunannya ke luar kota (negeri), melihat bekas-bekas tempat perang
Baratayudha dengan terharu. Dimana Baginda mengetahui tempat-tempat
bekas gelanggang perang, yang rusak segera diperbaikinya, dimana,
mengetahui jiwa-jiwa mengetahui yang belum sempurna, disempurnakanlah
dengan puja. Dan ketika Sang Begawan mengetahui jiwa Pendeta Durna belum
sempurna, maka titah Baginda kepada Pandawa, supaya mereka
menyempurnakan jiwa itu, karena Sang Pendeta Durna juga guru para
Pandawa dilakukanlah. Kejadian ini mengharukan rasa hati segala kerabat
Pandawa, karena mereka melihat bekas yang tak menyedapkan pada
pemandangan. Usia Sang Begawan lanjut, hingga mengetahui lahir cicit
Baginda, ialah Raden Parikesit. Nama Kresnadipayana ini setelah Raden
Parikesit bertahta sebagai raja di Hastinapura dipakainya.
Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.
(http://wayangku.wordpress.com)
0 komentar:
Posting Komentar